Ini Penyebab Kenapa Paket Data di Indonesia Mahal

Internet merupakan syarat wajib untuk mengakses informasi jarak jauh dalam waktu yang cepat. Kenapa kondisi internet kita masih seperti ini?



Sudah bukan hal yang baru bagi netter di Indonesia bergumul dengan layanan paket data yang kurang memuaskan. Ketidakpuasan ini sering kita lontarkan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan seperti, "mahal banget ya paket data A", lalu, "ah! Lemot banget ini speednya", dan yang terakhir mungkin, "pelit banget provider ini". Oh ya, satu lagi, yang masih diderita oleh surfer Indonesia, adalah perbedaan tarif untuk wilayah yang berbeda.

Bagaimana mungkin slogan "Indonesia Genggam Internet" dapat terwujud jika kelemahan-kelemahan yang telah menaun ini tidak segera di atasi. Perlu diketahui bahwa internet secara nyata menyumbang percepatan pembangunan di dalam sebuah Negara. Akses informasi tanpa batas dengan ritme kebutuhan yang sangat cepat menjadikan internet sebuah syarat mutlak bagi peningkatan percepatan pembangunan sebuah Negara.

Sudah, sudah, terlalu panjang ini malah seperti curhat pribadi. Yuk kita kupas tuntas, apa sih penyebab paket data di Indonesia mahal? Di mana kemahalan biayanya tidak diiringi dengan peningkatan layanan yang signifikan. Berikut penjelasannya dikutip dari inet.detik.com.




Belakangan ini sedang gencar-gencarnya kenaikan tarif paket data dari para provider di Indonesia. Tidak dipungkiri bahwa mungkin saja itu berkaitan dengan program pengadaan jaringan 4G yang baru digelar beberapa bulan terakhir. Tapi ternyata, bukan itu penyebab kenapa paket data di Indonesia mahal. Paket data di Indonesia mahal karena komponen biaya paket data lebih tinggi dibandingkan dengan layanan seluler pada umumnya seperti voice dan SMS. Trafik data yang biasa kita dapatkan jaringannya dari BTS provider ternyata disalurkan melalui bandwidth internasional yang sangat tinggi biayanya.

Sebetulnya, komponen-komponen biaya di tas masih dapat ditekan dengan melalui langkah mengefisienkan penggunaan infrastruktur jaringan. Menurut Dian Siswarini, Wakil Presiden Direktur XL Axiata, margin bisnis data lebih rendah dibanding voice sehingga diperlukan sebuah mekanisme penekanan cost sebesar mungkin. Salah satu cara yang mungkin dilakukan adalah melalui sharing infrastruktur. Tidak masalah mengadopsi budaya infrastruktur jaringan di luar Negeri, toh itu demi menekan cost hingga sekecil mungkin.

Sharing infrastruktur dimaksud seperti sharing tower, sharing fiber, dan terakhir sharing frekuensi. Dengan mekanisme tersebut, efisiensi yang diperoleh jauh lebih besar dari sekedar hasil penjumlahan. Karena pada kenyataannya ketika dua frekuensi disatukan, 5 MHz + 5 MHz bukan lagi 10 MHz, melainkan bisa mencapai 14 MHz. Artinya ada peningkatan lebih dari sekedar penjumlahan biasa, dalam hal ini dapat mencapai peningkatan sebesar 40% sendiri. Memang, dengan demikian terdapat pelanggaran kapasitas. Dan itulah kenapa ide semacam itu belum dapat disetujui oleh Menkominfo.




Meski sharing frekuensi belum direstui dan oleh sebab itu belum ada policy yang mengatur, sebenarnya Menkominfo Rudiantara sendiri telah mendorong Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) untuk mengkaji pemanfaatan sharing infrastruktur.

Mari kita dukung ide sharing infrastruktur jaringan internet di Indonesia demi terciptanya internet yang murah dan berkualitas. Sekali lagi, internet adalah satu-satunya pilihan untuk penyampaian informasi secara cepat. Untuk negara dengan bentuk Negara Kepulauan seperti Indonesia, internet adalah syarat wajib untuk memperlancar proses pembangunan, terutama di daerah terpencil. Maju terus internet sehat Indonesia!

Related

teknologi 703190263587442914

Posting Komentar

emo-but-icon

Follow Us

Top Rate

Recent Post

Comments

Text Widget

item